Tuesday, April 9, 2013

AYAH
Di Sabtu pagi, aku bangun pagi-pagi tak seperti biasanya. Bergegas mensetrika baju seragam yang masih kusut, menyiapkan buku pelajaran yang akan dibawa hari ini dan menyemir lagi sepatu hitamku Ahihi.
Setelah itu aku mandi dan menuju meja makan, aku memakan 2 tumpuk roti tawar yang mama siapkan untuk ku.
“Ma, Alya mau berangkat dulu ya. Assallamuallaikum.” pamit ku pada mama sambil mencium tangan lembut mama.
“Waallaikumsalam, nanti kalo udah pulang, langsung ke rumah ya, jangan main dulu.” Kata mama.
Hari ini ayah ada dirumah, jadi aku meminta ayah untuk mengantarkanku pergi kesekolah. Aku berlari keluar rumah menghampiri ayah yang kelihatannya sedang asik membaca koran sambil menyeruput kopi paginya.
“Ayah… Ayo anterin Alya sekolah. Udah siang nih.” kataku sambil menggoyang2kan tangan ayah.
Lalu ayah memencet tombol hp yang ada dimeja. “Baru jam 6.” Katanya.
“Udah siang ayah. Ayo sih, kan jauh sekolah Alya.” Kataku sambil bersikap manja.
“Iya, iya, entar ayah panasin motor dulu.”kata ayah bangun dari duduknya. Dan masuk kedalam rumah mengambil kunci motor.
“huh, lama ih.” batinku.
aku duduk di teras depan rumah, sambil menunggu ayah.
“Ayo ya, cepet, katanya udah siang.” kata ayah yang sudah siap.
Aku menaiki motor dan berangkat sekolah. Setelah sampai sekolah hal yang sama aku lakukan mencium tangan ayah.
aku berjalan menuju kelas bersama teman-temanku.
“Itu ayah kamu ya?” tanya seorang temanku.
“He,em.” jawabku.
“Kok gendut sih?” katanya sambil diiringi tawaan teman-teman yang lain. Namun aku hanya membalas dengan senyuman kecil.
Pulang sekolah aku pasang muka cemberut.
“Loh Alya, kenapa kok manyun?.” tanya mama.
“Alya sebel sama temen-temen Alya. Tadi Alya diledekin gara-gara ayah gendut ma.”kataku.
“loh terus kenapa? Alya malu punya ayah gendut?.” sambung ayah sembari mendekatiku.
“E.. e.. Iya yah.”
“Ya udah ntar ayah kempesin perut ayah ya.” kata ayah sembari bercanda.
“ih ayah.” kataku sambil tertawa.
(singkat cerita)
Setahun kemudian ayah jatuh sakit. Dokter memfonis ayah terkena kanker. kami sekeluarga khawatir. Sudah 3 hari ayah tidak nafsu makan. Badannya menjadi kurus, tak seperti dulu lagi. Aku mencoba menghubungi Ka Fatir yang sedang kuliah diBandung.
“Halo, Alya ada apa? tumben telefon kaka.”
“Ka, ayah sakit, udah 3 hari ayah ga nafsu makan.” kataku gugup. Sebenarnya aku ragu-ragu menceritakan soal ini kepada ka Fatir, aku takut hal ini akan mengganggu kuliahnya ditambah beberapa bulan lagi ka Fatir akan diwisuda.
“Sakit apa Ayah ya? udah kedokter? Kak Fatir pulang yah?.”
“Ga usah ka, kaka cukup bantu doa ayah aja ya ka, supaya ayah bisa sembuh.”
“Ya udah, Salam buat mama dan ayah ya,.”
“Iya ka.”
Aku menutup telefon. Dan pergi ke kamar ayah.
“Ayah udah makan belum?.” Tanyaku dengan mata berkaca-kaca.
“Udah sayang.” Kata ayah dengan nada lemas.
“Ayah makan yang banyak yah. Biar ayah ga kurus begini.”
“Bukannya ini yang kamu mau ya, Ayah sekarang udah gak gendut lagi.” Kata Ayah tersenyum kepadaku.
Air mataku mulai menetes. Tapi ayah masih tersenyum.
“Ayah maafin Alya ya,”
“Kamu ndak pernah salah ya, jadi minta maaf buat apa,” kata ayah.
3 bulan sudah ayah sakit. Ayah hanya bisa berbaring ditempat tidur. Pernah kami ingin membawanya kerumah sakit tapi Ayah selalu berkata “Gak usah ma, percuma, kalo udah takdir tuhan ya udah lah, ayah ikhlas, kalo kerumah sakit ayah belum tentu sembuh juga kan, buang.buang uang saja.”
Lalu ka Fatir menghubungiku.
“Alya, gmana kabar ayah?.”
Aku bingung harus menjawab apa, mama bilang kalo ka Fatir nanya bilang aja ayah seperti biasanya, tapi aku mengatakan yang sebenarnya .
Aku menceritakan semuanya pada Ka Fatir, namun aku selalu melarang ka Fatir pulang sebelum wisuda.
Penyakit Ayah bertambah parah, sampai mata sebelah kanan Ayah tidak bisa melihat lagi, Tubuh gemuknya dulu menjadi kurus kerontang . Jangankan untuk makan, membuka mulutnya saja susah. Wajahnya pucat pasi, namun masih dihiasi senyuman, aku tak lagi mampu menatap wajahnya. sesak dada ini, ingin aku ikut meringankan bebannya. teringat dulu akan kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan kepadanya.
Kali ini akhirnya ayah bersedia dirawat dirumah sakit.
Besok adalah hari ka Fatir diwisuda. Hanya Aku dan mama yang menghadiri acara tersebut, karena Ayah masih dirumah sakit.
Diujung sana Aku melihat Ka Fatir mengenakan toga. Tak tampak kebahagiaan sedikitpun yg terlihat diwajahnya, mungkin karena ayah tak hadir saat itu. Dia iri kepada teman-temannya yg didampingi kedua orangtua, bersuka cita, mendapat pelukcium papamamanya.
“Ka, kaka iri ya?” Kataku.
Namun ka Fatir hanya membalas dengan senyuman kecutnya.
Setelah selesai diwisuda kami pergi menuju rumah sakit dimana ayah dirawat. Ka Fatir tak sabar menemui ayah, sesampainya di kamar ayah Ka Fatir memeluk ayah yg sedang tertidur, air mata tak dapat terbendung lagi, kami pun ikut menangis.
“Ayah, maafin Fatir, Fatir punya banyak salah sama Ayah. Yah maafin Fatir.”
Ayah terbangun. Lagi-lagi Ayah membalas dengan senyuman.
“Iya Fatir, maaf ya, ayah ga bisa hadir saat kamu wisuda.” kata ayah lirih.
“Iya ayah, ga papa, ayah cepat sembuh yah. Fatir kangen ayah yang dulu, ayah yang kuat, Fatir pengen bercanda bareng ayah lagi.”
“Iya Fatir.”
1 minggu ayah dirawat dirumah sakit, ayah sudah tidak betah, tidak ada perubahan pada ayah, malah kakinya menjadi lumpuh. akhirnya dokter mengizinkan ayah untuk pulang, menggunakan kursi roda.
Sore ini aku masuk kekamar ayah, aku duduk disampingnya membawa selembar kertas.
“Ayah, boleh Alya bacakan puisi buat ayah? ini karangan Alya sendiri loh,” kataku.
Ayah mengangguk-angguk sambil tersenyum, aku mulai membacakan 2 bait puisi karanganku
“AYAH kasih sayangmu slalu tertumpah padaku.
Segala keinginanku pasti kau turuti.
Atau tidak kau bilang “Nanti kalau ayah punya uang pasti ayah belikan buat kamu.”
Ayah engkau sang pelangi yang mewarnai hidup kami.
Kau banting tulang demi keluarga
Tanpa pernah mengenal kata lelah
Takkan lagi ku buat kau kecewa.
Karena aku sayang ayah :*
Kali ini ayah meneteskan air matanya. Aku juga menangis.
Suatu hari ayah memanggil aku, Ka Fatir dan mama kekamarnya, dia mengajak kami pergi kesebuah mall, tapi kami heran.
“Buat apa ayah? Ayah lagi sakit.” Kata mama.
“Ayah pengen ngebahagiain kalian sebelum ayah ga ada.” kata Ayah.
“Ayah ga boleh ngomong begitu.” kataku sambil menangis.
“Ayo mah kita berangkat.” kata ayah memaksa .
Aku tak tega melihatnya, aku keluar kamar lalu kupeluk tubuh ka Fatir erat-erat. ka Fatir mengelus-elus kepalaku. Sambil menenangkanku “udah dek. udah.” aku masih menangis “aku ga mau kehilangan ayah ka.”
“kaka juga sama.”
Dan akhirnya Ayah memanggil kami lagi Ayah bilang “Fatir jagain mama sama Iya ya, kamu gantiin Ayah, Iya jangan nakal ya, mama jagain anak-anak ya, Ayah mau pergi, jangan tangisin ayah lagi, ayah kan ga pernah nangis buat kalian. senyum yah, ayah mau istirahat dengan tenang.” kata terakhir yah sambil mengucap 2 kalimat syahadat, dan akhirnya beliau benar-benar pergi jauh dari kehidupan kami. Saat itu kami benar-benar kehilangan sosok yang selalu menjadi penyemangat kami. Ayah, semoga kau dapat tempat terindah disisi Nya Aamiin.
PENULIS
Widya Suci Ramadhani

No comments: