Di sebuah pantai yang permai dengan pasir
putihnya membentang luas, ombak menggulung seperti berkejaran dari tengah
lautan menuju ke pinggir pantai. Lepas mata memandang kapal-kapal berlabuh
persis seperti kapal mainan tampak dari kejauhan. Nyiur melambai-lambai seakan
tak pernah jenu di terpa kencang angin lautan yang seakan membawa kabar tentang
indahnya kebesaran Tuhan YME.
Lembayung senja perlahan menghilang karena
sang pemberi terang perlahan terbenam dengan sejuta pesona terpancar kepada
siapa saja yang melihatnya. Di menara merah ditemani cahaya lampu temaram aku
mencoba memulai menulis sebuah cerpen di atas kertas putih yang sengaja aku
bawa dari rumah.
segenap kegelapan memenuhi alam yang
ditinggalkan sementara oleh mentari yang menerangi alam lain, datanglah malam
bersama rembulan yang bersinar seperti sudah diatur dengan tugas masing-masing.
Berjuta bintang di langit tidak ketinggalan meramaikan suasana dengan
berkelap-kelip teratur menambah keindahan pantai tersebut.
Hari ini begitu indah ku lewati kota
Jakarta, tidak ada suara tangis bayi kelaparan, tiada kulihat pengemis dengan
pakaian kumalnya menengadahkan tangan meminta-minta berharap orang kasihan
melihat dan memberikannya sedikit uang. Jalan raya aman tanpa demonstrasi oleh
mahasiswa atau rakyat yang menuntut hak dan keadilan kepada penguasa, dengan
para aparat keamanan berwajah garang menghadang di depan lengkap dengan
perlengkapan perang yang dimiliki. Kupingku bebas dari suara sumbang dan
lantang para pengamen jalanan yang asyik bernyanyi mencari sepeser uang untuk
bertahan hidup. Tidak ku dapati suara kernet berteriak-teriak mencoba mencari
penumpang agar mendapat imbalan dari sopir yang duduk santai di dalam
kendaraannya.
Aku terus berjalan dengan tanpa hambatan,
biasanya macet jadi pemandangan sehari-hari, sumpah serapah dari para sopir
bersaing dengan kebisingan kendaraan yang mengeluarkan polusi udara itu sudah
lumrah terjadi.
Benar-benar semuanya hari ini terjadi dan
langka aku dapati selama ini. Semuanya bersih, rapi, tertib, aman dan nyaman
dihiasi dengan wajah orang-orangnya dipenuhi senyuman kebahagiaan. Sepertinya
kota ini jauh dari ketidak adilan, kesenjangan sosial,dan penduduknya damai sejahtera.
Sampailah aku di depan tugu monas yang
berdiri kokoh menantang langit, tugu itu menjulang tinggi setinggi cita-cita
dan asa yang tersisa kuangkat kedua tanganku lurus ke atas dan mulai menari
akan tetapi dari arah belakangku ada tangan besar yang menepuk pundakku.
“Mas…mas…bangun…bangun….Malam sudah
larut!!!” kata salah seorang penjaga menara pantai tersebut kepadaku seraya
menepuk pelan pundakku. Aku kaget setengah mati dan langsung bangun mengusap
kedua matakuyang masih ngantuk, rupanya aku bermimpi tadi. Aku pamit pulang
dengan penjaga menara pantai itu dengan langkah gontai aku berjalan menuruni
menara berwarna merah itu , sesampainya di bawah mataku tertuju ke arah kertas
putih ditanganku yang masih kosong hanya ada judulnya saja yang tertulis di
atas kertas putih tersebut judulnya adalah CERPEN.
No comments:
Post a Comment