Friday, January 10, 2014

Pemaknaan as sirr, ar ruh, dan an nafs dalam perspektif tasawuf.


Pemaknaan as sirr, ar ruh, dan an nafs dalam perspektif tasawuf.

Makna Etimologis
An nafs dalam kamus Arab seringkali diberi pengertian yang sama dengan ruh (jiwa), sebagaimana dipahami dari ayat: (ketika ruh dipertemukan dengan jasad), namun dapat juga dimaknai sebagai pribadi manusia secara totalitas, sebagaimana dipahami dari ayat: (saya tidak membebaskan diri saya, seringkali nafsu mendorong diri untuk melakukan dosa). Di samping itu, terdapat makna-makna lain, diantaranya: esensi/ hakekat sesuatu, tubuh fisik (jasad), dan darah. Hans Wehr menuliskan kemungkinan makna nafs dalam bahasa Inggris: soul, psyche, spirit, mind, human being, person, individual, essence.
nature, desire, personal identity, self. Nafs sebanding dengan jiwa yang dalam bahasa Latin disebut anima dan dalam bahasa Yunani disebut psyche. Dari uraian kebahasaan di atas, maka nafs dapat dimaknai sebagai esensi personal baik yang bersifat kongkrit ataupun abstrak. Berbeda dengan ruh, nafs lebih menyaran pada manusia seutuhnya (yang terdiri dari pikiran, jiwa, darah, dan badan). Keseluruhan esensi manusiawi itulah yang membedakan karakter manusia satu dengan lainnya. Karakter tersebut meliputi aspek fisik dan psikis.
Ar ruh secara bahasa memiliki beberapa kemungkinan makna, diantaranya: (tiupan), (jiwa), (sesuatu yang menghidupkan), (nafas), wahyu, nubuwah, Jibril, dan Isa AS. Dalam kamus berbahasa Inggris ditemukan makna ruh sebagai berikut: breath of life, soul, spirit, gun barrel . Kata Ruh berdekatan maknanya dalam istilah Barat dengan spirit, atau aspek jiwa yang bersifat non individual, yakni intellect atau nous. Al Qur’an menggunakan istilah ruh untuk beberapa makna, diantaranya:
1) malaikat (Jibril) sebagaimana dipahami dalam ayat: (hari ketika para malaikat dan Jibril berbaris di hadapan Allah),
2) wahyu, seperti pada ayat: (demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu dari urusan Kami), dan sebagainya. Dari keterangan di atas, maka Ruh secara bahasa dapat dimaknai sebagai sesuatu yang menimbulkan gejala-gejala hidup. Al Qur’an, kenabian, Jibril, dan nabi Isa pun disebut dengan ruh karena kesemuanya menyebabkan kehidupan budaya. Dengan demikian ruh memiliki dua konotasi :
1) ruh biologis, pembangkit gejala hidup organis biologis (fisika-kimia), dan
2) ruh budaya, pembangkit kehidupan sosial budaya.

As Sirr dimaknai sebagai rahasia (lawan keterusterangan), pembicaraan dalam hati.
Hans Wehr mengungkapkan kemungkinan makna Sirr adalah: secret, mind, heart, dan soul. Rahasia adalah sebuah hakekat yang tersembunyi, ia tersembunyi dari cercapan panca indera, namun ada dalam eksistensi. Sirr dengan demikian adalah sesuatu yang tersembunyi dalam diri manusia, seperti pikiran, perasaan, dan jiwa. Sirr merupakan aspek jiwa yang paling dalam, ia adalah pikiran, perasan bawah sadar yang dimiliki manusia. Dari pembahasan bahasa di atas maka ketiga term di atas, maka an nafs merupakan unsur yang lebih kongkrit dibandingkan ar ruh dan assirr. Sedangkan ruh lebih kongkrit dibandingkan dengan sirr. Dengan demikian urutan dari kongkrit ke abstrak adalah: nafs, ruh, dan sirr.

Makna Terminologis
1) An Nafs
Yang dimaksud dengan nafs adalah organ rohani manusia yang memiliki pengaruh paling banyak dan paling besar di antara anggota rohani lainnya yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk melakukan suatu tindakan. Dalam literatur Arab nafs diberi arti “jiwa kehidupan” atau “gairah dan hasrat duniawi”.
Amatullah Armstrong menulis bahwa nafs adalah dimensi manusia yang berada diantara ruh yang merupakan cahaya dan jasmani yang merupakan kegelapan .
Dalam pandangan sufi, nafs adalah sifat jiwa yang berkaitan dengan keinginan tubuh (mendorong syahwat), mulanya ia bersifat baik tetapi setelah bersatu dengan jasmani yang bersifat materi ia menjadi dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh tubuh. Ditinjau dari seberapa besar tingkat keterpengaruhannya dengan tubuh, maka nafs dapat dikatagorikan ke dalam : 1) an naf al ammaroh bi assu’ yaitu sifat jiwa yang cenderung kepada keburukan;
2) An nafs al lawwamah, yaitu nafsu yang telah memiliki kemampuan memilah dan memilih antara yang baik dan yang tidak baik, yang benar dan yang salah. Ia masih sering terpengaruh dengan dorongan tubuh yang negatif, namun begitu ia terpeleset dalam kesalahan, maka ia akan segera menyesali dan insaf;
3) an nafs al muthmainnah yaitu jiwa yang mampu meminimalisir pengaruh tubuh, sehingga ia dapat menikmati kebahagiaan ruhani.
Al Ghazali memandang nafs sebagai sifat-sifat hamba yang buruk, perbuatan dan akhlak yang tercela. Menurut Al Ghazali nafs adalah musuh yang paling berbahaya, cobaan yang paling sulit, panyakit yang paling parah. Sifat-sifat buruk tersebut terbagi dua, yaitu:
1) yang diperbuat, seperti kemaksiyatan dan pelanggaran,
2) akhlak yang hina, yang dibenci oleh dirinya karenanya si pemilik nafs tersebut berusaha untuk mengalahkan dan melenyapkannya. Upaya pembersihan nafs dilakukan melalui perjuangan spiritual terus menerus (mujahadah). Atas dasar itulah As Sarraj membagi nafsu menjadi dua macam:
1) yang dilarang dengan pengharaman atau pensucian, dan
2) akhlak yang rendah dan hina.
Nafs meliputi: kesombongan , kemarahan , kebencian , iri dengki , tidak sabar dan bertahan, dan sebagainya.
Nafs yang terburuk adalah anggapan bahwa sifat-sifat buruk adalah kebaikan dan berhak untuk iberikan tempat hidup dal;am diri manusia. Upaya untuk mengarahkan akhlak agar meninggalkan nafs dan mengalahkannya lebih baik untuk mencapai kebaikan dibandingkan dengan menahan lapar, haus, dan melek malam, dan perjuangan-perjuangan spiritual lainnya yang mengakibatkan melemahnya kekuatan tubuh. Meskipun perjuangan tersebut termasuk upaya meninggalkan nafs.
Nafs adalah isyarat halus (lathifah) dalam diri manusia, yang mendorong manusia untuk berlaku negatif. Nafs merupakan tempat akhlak yang negatif, berbeda dengan ruh yang merupakan tempat akhlak yang positif. Nafs dan ruh sama-sama merupakan partikel halus, seperti malaikat dan syetan. Dari uraian di atas, maka diketahui bahwa tasawuf lebih melihat nafs sebagai fenomena bathiniah negatif. Nafs merupakan potensi negatif dalam diri manusia yang harus dieliminir melalui perjuangan spiritual berkesinambungan. 2) Ar Ruh
Adalah hakikat dari manusia yang dengannya manusia dapat hidup dan mengetahui segala sesuatu yang bersifat spiritual. Ia adalah zat murni yang tinggi, hidup, dan hakekatnya berbeda dengan tubuh. Ruh adalah daya yang terdapat dalam qolbu untuk mengetahui eksistensi Tuhan. Semua manusia memiliki ruh sebagai potensi untuk mengetahui dan merasakan keberadaan Tuhan, namun tidak semua manusia dapat memfungsionalkan potensi ruh tersebut.
Pengertian ruh menurut ahli hakekat berbeda dengan ahli sunnah (syari’ah). Ahlu sunnah menganggap bahwa ruh adalah kehidupan, sedangkan ahlul hakekat berpendapat bahwa ruh adalah essensi/ substansi ketuhanan yang diletakkan dalam jasad.
 Ruh merupakan sumber kehidupan dan sumber moral yang baik. Ia merupakan sesuatu yang halus, bersih, dan bebas dari pengaruh hawa nafsu.
Armstrong mendefinisikan ruh sebagai pusat yang di dalamnya manusia tertarik dan kembali kepada sumbernya. Ruh berusaha menarik hati (qalb) kepada Allah, sementara jiwa rendah (nafs) berupaya menjerembabkan hati. Ruh manusia adalah ruh Allah yang telah ditiupkan dalam dirinya.
Menurut Al Ghazali ruh ada dua macam:
1) ruh hayawani, yaitu substansi halus yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Ruh inilah yang berpadu dengan jism menjadi satu kesatuan yang disebut manusia, ia dapat meninggalkan badan sementara ketika manusia tidur, dan dapat meninggalkannya selamanya sehingga terjadi kematian;
2) nafs natiqah, yaitu substansi halus dalam diri manusia yang memungkinkannya untuk mengetahui hakekat. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruh adalah daya jiwa yang terdapat dalam qolb yang berfungsi untuk mengarahkan manusia agar dapat merasakan secara pasti keberadaan Tuhan seolah-olah ia melihat Nya. Kesadaran akan keberadaan Tuhan tersebut mendorong hati untuk mencintai Tuhan.
3) As Sirr
Adalah isyarat halus yang ada dalam diri manusia seperti ruh dan nafs. Pada prinsipnya, ia merupakan tempat “musyahadah ” seperti halnya ruh tempat “mahabbah” dan qolb tempat “ma’rifah”.
 Ia merupakan substansi halus dan lembut dari rahmat Allah, relung kesadaran paling dalam, tempat komunikasi rahasia antara Tuhan dan hambaNya. Inilah tempat paling tersembunyi, dimana Allah memanifestasikan rahasiaNya kepada diriNya sendiri.
Sirr adalah ketersembunyian antara yang tiada dan ada. Ia adalah apa yang diketahui Tuhan tetapi tidak diketahui makhluk. Sirr makhluk adalah apa yang diketahui tuhan tanpa perantara. Rahasia Tuhan adalah sesuatu yang hanya diketahui Tuhan. Sirr lebih halus dari ruh, dan ruh lebih halus dari qalb.
Menurut para imam sufi as sirr hanya dimiliki oleh para wali dan orang-orang yang telah mencapai ma’rifah Allah. Dalam qalb mereka telah terdapat rahasia-rahasia ketuhanan dan hakekat rabbani yang harus dirahasiakan dari orang-orang awwam, agar mereka tidak salah paham.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa as sirr adalah potensi yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan Tuhan. Sirr terdapat di dalam ruh, dan ruh terdapat di dalam qolb. Dengan qolb manusia dapat menpunyai daya rasa yang bersifat ruhani, yaitu
 1) yang bersifat moral, seperti kasih sayang, dan
2) yang bersifat spiritual, seperti mengenal Tuhan. Qolb memiliki beberapa daya diantaranya: ruh dan sirr. Sirr merupakan pusat spiritual yang di dalamnya petunjuk Ilahy dialami.

No comments: