Abdul begitu nama bocah laki-laki itu biasa dipanggil ibunya
dan ibunya bernama Minah. Abdul baru duduk di kelas 2 SD di desa terpencil yang
jauh dari kota. Biasanya Abdul kalau berangkat sekolah harus mengayuh sepedanya
yang butut untuk ke sekolah yang berjarak dua kilometer dari rumahnya. Ya
begitulah Abdul mengisi hari-harinya setiap pulang sekolah Abdul tidak langsung
bermain seperti anak-anak umumnya akan tetapi ikut membantu Mina ibunya yang
bekerja sebagai seorang petani yang membersihkan rumput di kebun orang untuk
mendapatkan upah dan Abdul membantu ibunya sampai selesai, pekerjaan ibunya
biasanya sampai sore menjelang. Dan itu berlangsung sekitar dua tahun sudah
sejak setelah ayahnya meninggal dunia waktu Abdul berusia 6 tahun dan Abdul
adalah anak semata wayang/tunggal yang tidak mempunyai saudara lagi.
Kalau malam tiba Abdul setelah selesai shalat dan mengaji
juga selesai membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak dan
mencuci piring, Abdul belajar pelajaran sekolah dan Abdul termasuk anak yang
berprestasi dan selalu rangking di sekolahnya. Tidak heran kalau teman-teman
dan guru di sekolah sayang dengan Abdul.
Pada suatu malam tidak biasanya selesai membantu ibunya Abdul
tidak ada di rumah. Ibunya langsung marah setelah selesai mencari-cari di
sekeliling rumah danlangsung memvonis Abdul “ sungguh keterlaluan ini anak
sudah tahu hidup susah begini masih saja bermain-main.” Setelah sekian lama
menunggu Abdul sampai kira-kira jam sepuluh malam, ibunya dengan kesal mengunci
pintu rumah untuk memberi pelajaran buat Abdul begitu pikir ibunya.
Abdul yang rupanya pergi ke pasar malam yang berjarak sekitar
empat kilometer dari rumah. Setelah selesai belanja Abdul mengayuh sepeda
bututnya pulang ke rumah, setelah pulang Abdul mendapati pintu terkunci karena
takut mengganggu ibunya yang pasti sudah tidur pikir Abdul. Abdul memutuskan
untuk tidur di depan rumah.
Mentari pagi perlahan muncul Minah membuka pintu rumahnya.
Alangkah kaget setengah mati Minah melihat Abdul yang terbujur kaku dengan kulit
membiru sepertinya Abdul digigit ular berbisa dikakinya, mungkin karena tidak
ada P3K akhirnya Abdul meninggal dunia ditengah peralatan sekolah dan sebuah
pakaian perempuan yang dibeli tadi malam.
Minah menangis dan teriak sejadi-jadinya menyesal apa yang
terjadi tetapi nasi sudah jadi bubur, Minah memeluk sambil menggerak-gerakkan
tubuh buah hatinya yang tidak lagi bisa bicara dan bergerak untuk selamanya.
Walau menangis darah, abdul sudah meninggal dunia dan tidak lagi bisa membantu
Minah dan menemani Minah yang sendiri
Minah masih dengan tangisnya mengambil sebuah pakaian wanita
yang masih baru yang kelihatannya cocok dengan ukuran Minah rupanya Abdul
diam-diam menabung uang untuk membelikan ibunya pakaian dan mau memberikan
kejutan.
Di halaman depan sebuah buku yang masih baru dan kosong Abdul
sempat menulis walau tidak bagus dan rapi tetapi masih bisa dibaca.
“ Untuk ibu yang Abdul sayangi , ibu…Abdul mohon maaf pergi
ke pasar malam tidak bilang ibu, Abdul mau memberi kejutan untuk ibu. Abdul
membelikan pakaian untuk ibu dari uang yang Abdul tabung selama ini dan
membelikan alat sekolah untuk membantu ibu , Abdul kasihan sama ibu. Ibu terima
kasih ya…! Abdul.”
Ironis
dan tragis bocah seperti Abdul dengan pengabdian dan kepolosannya harus meregang
nyawanya hanya karena sebuah emosi dan kemarahan sesaat yang bisa berakibat penyesalan
seumur hidup seperti yang Minah alami.BY JOE BAIM NOER SURYAWAN/JUSUA
No comments:
Post a Comment