Bismillahirohmanirohim.
PUASA SYARIAT DAN PUASA TAREKAT
Menurut Maulana Syekh Al-Akbar Muhammad Fathurahman, “Puasa syariat adalah menahan diri dari makan, minum, dan bersetubuh di siang hari. Sedangkan puasa tarekat adalah menahan seluruh anggota tubuh—secara lahir maupun batin, siang maupun malam—dari segala perbuatan yang diharamkan, yang dilarang dan sifat-sifat tercela, seperti ‘ujub, sombong, bakhil dan sebagainya. Semua itu dapat membatalkan puasa syariat. Puasa syariat terbatas waktu, sedang puasa tarekat selama hidup.
Rasulullah SAW bersabda, “Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain hanya lapar dan dahaga.” (HR. Ibnu Majah) Oleh karena itu ada pula ungkapan, “Banyak yang berpuasa, tetapi berbuka. Banyak yang berbuka, tetapi berpuasa.” Artinya, orang yang perutnya tidak berpuasa, tetapi ia menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan terlarang dan menyakiti orang lain.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Hadis Qudsi, “Puasa itu untukku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Muslim). Allah juga berfirman dalam Hadis Qudsi, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan. Pertama, yaitu ketika berbuka. Kedua, ketika melihat Allah.”
Menurut ahli syariat, yang dimaksud dengan berbuka adalah makan pada saat matahari tenggelam. Sedangkan, ru’yah yang mereka maksud adalah melihat hilal untuk menentukan jatuhnya hari raya Idul Fitri.
Sedangkan menurut ahli tarekat, berbuka (al-ifthâr) ialah kebahagiaan saat masuk surga, saat mencicipi semua kenikmatan surga. Kedua, yang dimaksud dengan ru’yah (menurut ahli tarekat) ialah melihat Allah SWT secara nyata pada Hari Kiamat dengan pandangan sirri.
Semoga dengan kemuliaan dan keutaman Allah SWT, Dia menganugerahkan kepada kita semua untuk bisa melihat-Nya.
Adapun puasa hakikat ialah menjaga hati dari mencintai selain Allah SWT dan menjaga rasa (sirri) agar tidak mencintai musyâhadah pada selain Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya Hadis Qudsi, “Manusia adalah rahasia-Ku dan Aku rahasianya.” اَلْإِنْسَانُ سِرِّيْ وَأَنَا سِرُّهُ
Sirr itu berasal dari cahaya Allah, sehingga tidak mungkin condong kepada selain Allah.
By Sufi Gaul
No comments:
Post a Comment