CINCIN SULAIMAN'
Kisah yang dikenal dengan Cincin atau
Segel Sulaiman,” katanya. “Bintang berujung enam.”
Ia meminta sesuatu yang bisa ditulisi. Kemudian seseorang
mengambil papan tulis berukuran sedang. Lalu ia
menggambar sebuah bintang.
“Ini sebuah simbol kuno yang penuh makna. Bintang
ini memuat enam kekuatan gerakan: naik, turun, maju,
mundur, ke kiri, ke kanan. Bintang ini juga memuat enam
arah: atas, bawah, depan, belakang, kiri, dan kanan. Dikatakan
ini adalah angka sempurna sebab penciptaan
dunia selesai dalam enam hari. Bintang ini memuat angka
genap pertama, yakni angka 2, dan angka ganjil pertama,
yakni angka 3. Dan segitiga yang saling bertaut itu bukan
hanya melambangkan dualitas maskulin dan feminin dari
alam, tetapi juga akal aktif dan jiwa pasif yang berasal
dari Tuhan. Hasil dari kesatuan keduanya adalah ciptaan,
dan harmoni semesta.
“Dan heksagon dan berbagai aspek pelengkapnya ini
juga memuat empat unsur alam utama,” tuturnya. Lalu ia
menggambar empat buah segitiga.
“Segitiga yang mengarah ke atas adalah api, yang ke
bawah adalah air. Segitiga yang mengarah ke atas dengan
garis segitiga lain di dalamnya melambangkan udara, sedangkan
segitiga yang mengarah ke bawah dengan garis
segitiga
lain di dalamnya adalah tanah. Bersama-sama
mereka membentuk Cincin Sulaiman. Sintesis semua unsur
ini merupakan kecenderungan semua bentuk, di mana
segala hal yang bertentangan menyatu.”
Ia berhenti sejenak untuk menarik napas, lalu menatap
Syekh. Keduanya lalu tertawa berderai.
Syekh masih tertawa terkekeh-kekeh saat Profesor
Freeman
menatap putrinya. “Ini adalah kuliah Syekh
Haadi pertama dalam mata kuliah Simbolisme Religius.
Sebuah
kelas yang hebat,” katanya.
“Pujian yang hebat,” kata Syekh sambil sedikit menundukkan
kepala, “yang datang dari muridku yang paling
buruk.”
Mereka tertawa lagi. Dan kami pun turut tertawa.
Setelah tenang, Profesor melanjutkan ceramahnya:
“Nah, beberapa kalangan berpendapat bahwa Cincin
Sulaiman ini, dalam kenyataannya, bukanlah miliknya.”
Ia berhenti sejenak untuk menatap putrinya. Syekh menatapnya
lekat-lekat, dan aku bertanya-tanya apakah ada
orang yang pernah mendengar apa yang dikatakannya,
dalam kenyataannya, bukan dalam kebenarannya.
“Mereka bilang, bintang berujung enam ini adalah
Megen Daud (Perisai Daud), sedangkan Segel atau Cincin
Sulaiman adalah bintang yang lain, yaitu pentakel, atau
pentagram.” Ia berhenti sejenak dan menatap wajah kami
untuk mencari tanda-tanda yang tampaknya tak ditemukannya.
“Lanjutkan, Shlomeh,” ujar Syekh. “Biar kami dengar
kisah lengkapnya.”
Inilah pertama kalinya Syekh menyebut kawannya
dengan
nama itu, dan kelihatannya nama itu menimbulkan
efek pada lelaki itu. Ia menegakkan punggungnya,
meregangkan
bahu dan otot-otot punggungnya.
“Ya,” katanya. “Cincin itu.... Konon pada saat Sulaiman
mulai membangun Kuilnya, Assaf Sang Wazir mengadu
bahwa ada orang yang mencuri permata-permata berharga
dari kamarnya, dan juga permata di kamar anggota
kerajaan lainnya. Bahkan, perbendaharaan istana juga
dicuri.
Assaf terkenal karena ilmu hikmahnya. Ia tahu
bahwa
yang bisa melakukan pencurian ini pasti bukan
pencuri
biasa. ‘Sepertinya ada makhluk halus jahat yang
melakukannya,’
katanya kepada Sang Raja.
“Sulaiman kemudian berdoa dengan khusyuk kepada
Tuhan agar bisa menangkap makhluk jahat itu dan menghukumnya.
Doanya dikabulkan. Malaikat Mikail muncul
di hadapan Sang Raja, dan memberi kekuatan dahsyat
yang belum pernah ada sebelumnya di dunia ini: sebuah
cincin emas kecil, yang ditempeli batu berukir.
“Dan Mikail berkata, ‘Wahai Raja Sulaiman putra
Daud, ambillah cincin ini. Inilah hadiah dari Tuhan yang
dianugerahkan kepadamu. Pakailah cincin ini, niscaya
semua setan di muka bumi, pria maupun wanita, akan
mematuhimu.’
“Nah, banyak sumber dari Abad Pertengahan mengatakan
bahwa pentalpha, atau pentakel, lambang ilmu
sihir kuno, adalah lambang yang diukir di cincin tersebut,
sebab Sulaiman dianggap menguasai ilmu sihir. Namun,
menurut saya anggapan itu keliru. Pentakel itu sudah
ada sebelum masa Sulaiman, dan pertama kali terlihat di
sebuah peninggalan tembikar dari kota Ur di Babilonia
kuno.
“Sumber lain mengatakan, cincin itu tercipta dari
emas murni, yang dilengkapi dengan sebuah batu shamir,
mungkin semacam berlian, atau mungkin batu shamir suci
yang dikatakan menjadi bagian dari Kuil Sulaiman. Batu
itu dibentuk menjadi bintang dengan delapan sinar. Pada
permukaan batu itu diukir sebuah cap heksagon, dan di
dalamnya ada empat huruf nama Tuhan: YHWH.”
Ia berhenti sejenak sembari mengusap rambutnya.
“Tak ada batu cincin yang seterkenal batu Cincin Sulaiman,”
katanya sambil menatap Tuan Simach. “Dengan
cincin itulah seluruh dunia berada dalam genggamannya.
Hanya kematian yang tak bisa dikuasainya....”
Profesor itu menatap putrinya, kemudian beralih ke
Syekh, seolah-olah menanti semacam isyarat. Ia tampak
senang.
“Ya, murid-muridku,” kata Syekh, “kematian tidak
dikuasai
oleh siapa pun, kecuali Allah. Tiada obat bagi
kematian,
dan kita harus berteman dengannya terus-menerus.
Kita yang dilahirkan pasti akan mati. Kita mesti
menerimanya.
Bahkan, orang yang menguasai dunia dengan
cincinnya pun sudah menjadi tanah... Tapi, silakan
lanjutkan ceritanya...”
Profesor Freeman menunduk sedikit. “Berbekal cincin
itu, Sulaiman memerintah makhluk halus jahat itu
agar muncul di depannya. Ia mengenakan cincin itu di jari
tengahnya,
dan sambil menunjuk ke bawah singgasananya,
ia berkata, “Demi kekuasaan cincin Allah Yang Maha Esa
ini, kuperintahkan engkau, wahai makhluk jahat, untuk
datang kemari.”
“Lalu, muncullah tiang api besar setinggi hampir atap
istana, lalu menghilang dengan cepat. Entah nyala api itu
mengubah bentuknya, atau mendahului suatu sosok, tak
ada yang tahu. Tapi yang jelas, dari bekas api itu berdiri
sesosok
makhluk dengan tangan yang menggenggam batu-
batu permata yang dicurinya dari istana. Makhluk itu
sangat kaget, sehingga permata-permata itu berjatuhan
dari
tangannya, menggelinding di lantai istana bak kelereng.
Matanya yang merah menyala-nyala; keduanya seperti
dua bara di mukanya yang hitam dan lebar. Dari sorot
matanya tampak ia kaget karena di antara manusia
yang fana ada yang memiliki kekuatan lebih besar dari
dirinya.
“Sosok itu dua kali lebih tinggi ketimbang Sang Raja,
dan bahkan lebih besar daripada Goliath yang dibunuh
oleh Raja Daud. Raut mukanya begitu gelap dan bengis,
sampai-sampai Assaf mundur ketakutan. Hanya Sulaiman
yang tetap berdiri tegap, dan sebuah cahaya bersinar di
hadapannya.
“Lalu setan itu menatap wajah Sang Raja yang
tangannya menuding ke dirinya. Ia menatap cincin yang
dikenakan Sang Raja. Mata bengis setan itu terbelalak.
Ia lalu mengeluarkan lolongan yang amat keras lagi mengerikan,
sampai-sampai semua dinding istana bergetar
hingga ke fondasinya. Suara itu sungguh mengerikan sampai
semua warga kerajaan yang mendengarnya cepat-cepat
menutup telinga dan menjatuhkan diri ke tanah saking
takutnya. Sapi-sapi di ladang tewas dan burung-burung
berjatuhan
dari udara, sebab suara lolongan itu bagaikan
jerit kesakitan jiwa-jiwa yang baru saja dijebloskan ke
dalam neraka.
“Namun, kekuatan Tuhan berada di dalam cincin
itu, sehingga bahkan setan yang perkasa itu menjadi tak
berdaya. Ia jatuh berlutut dan bersujud di hadapan Sang
Raja.
“‘Ampuni hamba, Tuan,’ jerit jin itu.
“‘Sebutkan namamu, wahai iblis!’ perintah Raja Sulaiman.
“‘Aku dijuluki Ornias, wahai Raja Yang Agung!’
“‘Mengapa kau mencuri di istanaku? Jawab dengan
jujur!’
“‘Lapar, wahai Penguasa Dunia. Aku kelaparan hebat!’
Dan ia mengubah bentuknya menjadi sesosok makhluk
jelek dengan taring yang lebih pejal ketimbang permata
terhebat di muka bumi. Ia mengisap cahaya permata.
“‘Mengapa kau minum cahaya permata di bumi ini?’
tanya Assaf Sang Wazir. ‘Belum pernah ada ahli hikmah
yang mendengar hal seperti ini.’
“Tapi jin itu tetap diam.
“‘Kuperintahkan kau menjawab pertanyaan itu,’ kata
Raja Sulaiman.
“‘Engkau lebih tahu jawabannya, wahai Raja Bijaksana,’
kata makhluk jahat itu.
“Kemudian Sulaiman menatap ke dalam hati makhluk
itu, sebab 49 gerbang hikmah telah terbuka baginya,
sebagaimana juga dibukakan untuk Nabi Musa. Pendapat
ini berasal dari keyakinan bahwa setiap kata dalam Taurat
mengandung 49 makna. Dengan hikmah inilah Sulaiman
tahu jawabannya, dan itu membuatnya heran. Ia lalu menatap
makhluk di hadapannya dengan pemahaman baru
dan dengan rasa kasihan.”
Profesor berhenti sejenak dan menarik napas dalamdalam.
“Tapi mungkin Syekh kalianlah yang sebaiknya
memberi
jawaban,” ujarnya sambil menatap wajah kami
yang penasaran. “Beliau pernah menceritakannya padaku
bertahun-tahun yang lalu.”
Kami semua menatap ke arah Syekh. Ada secercah
cahaya
di matanya. Ia pun mengangguk pelan.
“Aku beri tahu kalian, kesedihan apa yang hinggap
dalam diri makhluk itu,” tuturnya. “Permata di bumi muncul
pada saat fajar pertama dunia, tercipta dari hutan purba
yang telah mati dan terkubur di bawah gunung. Saat itu
adalah saat huru-hara, ketika jin dan malaikat dikeluarkan
dan dunia dibelah. Cahaya matahari yang baru masih berada
dalam kehidupan hutan hijau yang terkubur itu, dan
cahaya itu pelan-pelan, selama jutaan tahun, mengkristal
menjadi permata yang memancarkan cahaya. Dan Ornias,
jin jahat itu, yang tidak diperbolehkan memperoleh cahaya
Surga, mereguk cahaya fajar pertama itu, untuk menghibur
kesedihan dan rasa kehilangannya.”
Syekh berhenti sejenak.
Dahsyat! Semua darwis benar-benar tersentuh oleh
kisah ini, atau boleh dikatakan merasa bersemangat. Bahkan,
Tuan Simach tampak terharu, mata Rebecca terbuka
lebar-lebar. Ketika Syekh bicara, para malaikat mendengar,
demikian pepatah tarekat kami, sebab Syekh bicara
dengan lidah kebenaran.
“Kemudian,” lanjut Profesor Freeman, “Sulaiman
mencap
leher Ornias dengan cincinnya sebagai tanda kekuasaannya.
Sejak itu ia tunduk kepada Sulaiman, dan
diberi
tugas memotong batu untuk membangun Kuil Sulaiman.
“Dan jin-jin lain yang berbuat salah di dunia ini juga
dipanggil untuk datang: Onoskelis, yang berbentuk
dan berkulit perempuan yang cantik; Asmodeus, yang
patuh pada keyakinan Yahudi dan konon tunduk pada
hukum-hukum Taurat; Tephros, setan Debu, bersama
tujuh
roh perempuan yang menyatakan diri sebagai 36
unsur
kegelapan; dan Rabdos, roh rakus yang berwujud
mirip
anjing pemburu. Semuanya dicap dengan Cincin
Sulaiman.
“Tapi ada juga cerita lain: Setan yang memiliki semua
anggota tubuh, tetapi tidak punya kepala. Setan
itu berkata, ‘Aku dinamai Dengki, dan aku suka makan
kepala. Tapi aku selalu lapar, dan menginginkan KEPALA
KALIAN SEKARANG.’”
Profesor meneriakkan kalimat terakhir itu seraya memasang
ekspresi wajah yang aneh, sehingga kami semua
tertawa terbahak-bahak.
Syekh tersenyum dan berkata, “Ya, dengki adalah
penjara bagi ruh.”
Dari novel Irving Karchmar tentang CINCIN SULAIMAN'
Kisah yang dikenal dengan Cincin atau
Segel Sulaiman,” katanya. “Bintang berujung enam.”
Ia meminta sesuatu yang bisa ditulisi. Kemudian seseorang
mengambil papan tulis berukuran sedang. Lalu ia
menggambar sebuah bintang.
“Ini sebuah simbol kuno yang penuh makna. Bintang
ini memuat enam kekuatan gerakan: naik, turun, maju,
mundur, ke kiri, ke kanan. Bintang ini juga memuat enam
arah: atas, bawah, depan, belakang, kiri, dan kanan. Dikatakan
ini adalah angka sempurna sebab penciptaan
dunia selesai dalam enam hari. Bintang ini memuat angka
genap pertama, yakni angka 2, dan angka ganjil pertama,
yakni angka 3. Dan segitiga yang saling bertaut itu bukan
hanya melambangkan dualitas maskulin dan feminin dari
alam, tetapi juga akal aktif dan jiwa pasif yang berasal
dari Tuhan. Hasil dari kesatuan keduanya adalah ciptaan,
dan harmoni semesta.
“Dan heksagon dan berbagai aspek pelengkapnya ini
juga memuat empat unsur alam utama,” tuturnya. Lalu ia
menggambar empat buah segitiga.
“Segitiga yang mengarah ke atas adalah api, yang ke
bawah adalah air. Segitiga yang mengarah ke atas dengan
garis segitiga lain di dalamnya melambangkan udara, sedangkan
segitiga yang mengarah ke bawah dengan garis
segitiga
lain di dalamnya adalah tanah. Bersama-sama
mereka membentuk Cincin Sulaiman. Sintesis semua unsur
ini merupakan kecenderungan semua bentuk, di mana
segala hal yang bertentangan menyatu.”
Ia berhenti sejenak untuk menarik napas, lalu menatap
Syekh. Keduanya lalu tertawa berderai.
Syekh masih tertawa terkekeh-kekeh saat Profesor
Freeman
menatap putrinya. “Ini adalah kuliah Syekh
Haadi pertama dalam mata kuliah Simbolisme Religius.
Sebuah
kelas yang hebat,” katanya.
“Pujian yang hebat,” kata Syekh sambil sedikit menundukkan
kepala, “yang datang dari muridku yang paling
buruk.”
Mereka tertawa lagi. Dan kami pun turut tertawa.
Setelah tenang, Profesor melanjutkan ceramahnya:
“Nah, beberapa kalangan berpendapat bahwa Cincin
Sulaiman ini, dalam kenyataannya, bukanlah miliknya.”
Ia berhenti sejenak untuk menatap putrinya. Syekh menatapnya
lekat-lekat, dan aku bertanya-tanya apakah ada
orang yang pernah mendengar apa yang dikatakannya,
dalam kenyataannya, bukan dalam kebenarannya.
“Mereka bilang, bintang berujung enam ini adalah
Megen Daud (Perisai Daud), sedangkan Segel atau Cincin
Sulaiman adalah bintang yang lain, yaitu pentakel, atau
pentagram.” Ia berhenti sejenak dan menatap wajah kami
untuk mencari tanda-tanda yang tampaknya tak ditemukannya.
“Lanjutkan, Shlomeh,” ujar Syekh. “Biar kami dengar
kisah lengkapnya.”
Inilah pertama kalinya Syekh menyebut kawannya
dengan
nama itu, dan kelihatannya nama itu menimbulkan
efek pada lelaki itu. Ia menegakkan punggungnya,
meregangkan
bahu dan otot-otot punggungnya.
“Ya,” katanya. “Cincin itu.... Konon pada saat Sulaiman
mulai membangun Kuilnya, Assaf Sang Wazir mengadu
bahwa ada orang yang mencuri permata-permata berharga
dari kamarnya, dan juga permata di kamar anggota
kerajaan lainnya. Bahkan, perbendaharaan istana juga
dicuri.
Assaf terkenal karena ilmu hikmahnya. Ia tahu
bahwa
yang bisa melakukan pencurian ini pasti bukan
pencuri
biasa. ‘Sepertinya ada makhluk halus jahat yang
melakukannya,’
katanya kepada Sang Raja.
“Sulaiman kemudian berdoa dengan khusyuk kepada
Tuhan agar bisa menangkap makhluk jahat itu dan menghukumnya.
Doanya dikabulkan. Malaikat Mikail muncul
di hadapan Sang Raja, dan memberi kekuatan dahsyat
yang belum pernah ada sebelumnya di dunia ini: sebuah
cincin emas kecil, yang ditempeli batu berukir.
“Dan Mikail berkata, ‘Wahai Raja Sulaiman putra
Daud, ambillah cincin ini. Inilah hadiah dari Tuhan yang
dianugerahkan kepadamu. Pakailah cincin ini, niscaya
semua setan di muka bumi, pria maupun wanita, akan
mematuhimu.’
“Nah, banyak sumber dari Abad Pertengahan mengatakan
bahwa pentalpha, atau pentakel, lambang ilmu
sihir kuno, adalah lambang yang diukir di cincin tersebut,
sebab Sulaiman dianggap menguasai ilmu sihir. Namun,
menurut saya anggapan itu keliru. Pentakel itu sudah
ada sebelum masa Sulaiman, dan pertama kali terlihat di
sebuah peninggalan tembikar dari kota Ur di Babilonia
kuno.
“Sumber lain mengatakan, cincin itu tercipta dari
emas murni, yang dilengkapi dengan sebuah batu shamir,
mungkin semacam berlian, atau mungkin batu shamir suci
yang dikatakan menjadi bagian dari Kuil Sulaiman. Batu
itu dibentuk menjadi bintang dengan delapan sinar. Pada
permukaan batu itu diukir sebuah cap heksagon, dan di
dalamnya ada empat huruf nama Tuhan: YHWH.”
Ia berhenti sejenak sembari mengusap rambutnya.
“Tak ada batu cincin yang seterkenal batu Cincin Sulaiman,”
katanya sambil menatap Tuan Simach. “Dengan
cincin itulah seluruh dunia berada dalam genggamannya.
Hanya kematian yang tak bisa dikuasainya....”
Profesor itu menatap putrinya, kemudian beralih ke
Syekh, seolah-olah menanti semacam isyarat. Ia tampak
senang.
“Ya, murid-muridku,” kata Syekh, “kematian tidak
dikuasai
oleh siapa pun, kecuali Allah. Tiada obat bagi
kematian,
dan kita harus berteman dengannya terus-menerus.
Kita yang dilahirkan pasti akan mati. Kita mesti
menerimanya.
Bahkan, orang yang menguasai dunia dengan
cincinnya pun sudah menjadi tanah... Tapi, silakan
lanjutkan ceritanya...”
Profesor Freeman menunduk sedikit. “Berbekal cincin
itu, Sulaiman memerintah makhluk halus jahat itu
agar muncul di depannya. Ia mengenakan cincin itu di jari
tengahnya,
dan sambil menunjuk ke bawah singgasananya,
ia berkata, “Demi kekuasaan cincin Allah Yang Maha Esa
ini, kuperintahkan engkau, wahai makhluk jahat, untuk
datang kemari.”
“Lalu, muncullah tiang api besar setinggi hampir atap
istana, lalu menghilang dengan cepat. Entah nyala api itu
mengubah bentuknya, atau mendahului suatu sosok, tak
ada yang tahu. Tapi yang jelas, dari bekas api itu berdiri
sesosok
makhluk dengan tangan yang menggenggam batu-
batu permata yang dicurinya dari istana. Makhluk itu
sangat kaget, sehingga permata-permata itu berjatuhan
dari
tangannya, menggelinding di lantai istana bak kelereng.
Matanya yang merah menyala-nyala; keduanya seperti
dua bara di mukanya yang hitam dan lebar. Dari sorot
matanya tampak ia kaget karena di antara manusia
yang fana ada yang memiliki kekuatan lebih besar dari
dirinya.
“Sosok itu dua kali lebih tinggi ketimbang Sang Raja,
dan bahkan lebih besar daripada Goliath yang dibunuh
oleh Raja Daud. Raut mukanya begitu gelap dan bengis,
sampai-sampai Assaf mundur ketakutan. Hanya Sulaiman
yang tetap berdiri tegap, dan sebuah cahaya bersinar di
hadapannya.
“Lalu setan itu menatap wajah Sang Raja yang
tangannya menuding ke dirinya. Ia menatap cincin yang
dikenakan Sang Raja. Mata bengis setan itu terbelalak.
Ia lalu mengeluarkan lolongan yang amat keras lagi mengerikan,
sampai-sampai semua dinding istana bergetar
hingga ke fondasinya. Suara itu sungguh mengerikan sampai
semua warga kerajaan yang mendengarnya cepat-cepat
menutup telinga dan menjatuhkan diri ke tanah saking
takutnya. Sapi-sapi di ladang tewas dan burung-burung
berjatuhan
dari udara, sebab suara lolongan itu bagaikan
jerit kesakitan jiwa-jiwa yang baru saja dijebloskan ke
dalam neraka.
“Namun, kekuatan Tuhan berada di dalam cincin
itu, sehingga bahkan setan yang perkasa itu menjadi tak
berdaya. Ia jatuh berlutut dan bersujud di hadapan Sang
Raja.
“‘Ampuni hamba, Tuan,’ jerit jin itu.
“‘Sebutkan namamu, wahai iblis!’ perintah Raja Sulaiman.
“‘Aku dijuluki Ornias, wahai Raja Yang Agung!’
“‘Mengapa kau mencuri di istanaku? Jawab dengan
jujur!’
“‘Lapar, wahai Penguasa Dunia. Aku kelaparan hebat!’
Dan ia mengubah bentuknya menjadi sesosok makhluk
jelek dengan taring yang lebih pejal ketimbang permata
terhebat di muka bumi. Ia mengisap cahaya permata.
“‘Mengapa kau minum cahaya permata di bumi ini?’
tanya Assaf Sang Wazir. ‘Belum pernah ada ahli hikmah
yang mendengar hal seperti ini.’
“Tapi jin itu tetap diam.
“‘Kuperintahkan kau menjawab pertanyaan itu,’ kata
Raja Sulaiman.
“‘Engkau lebih tahu jawabannya, wahai Raja Bijaksana,’
kata makhluk jahat itu.
“Kemudian Sulaiman menatap ke dalam hati makhluk
itu, sebab 49 gerbang hikmah telah terbuka baginya,
sebagaimana juga dibukakan untuk Nabi Musa. Pendapat
ini berasal dari keyakinan bahwa setiap kata dalam Taurat
mengandung 49 makna. Dengan hikmah inilah Sulaiman
tahu jawabannya, dan itu membuatnya heran. Ia lalu menatap
makhluk di hadapannya dengan pemahaman baru
dan dengan rasa kasihan.”
Profesor berhenti sejenak dan menarik napas dalamdalam.
“Tapi mungkin Syekh kalianlah yang sebaiknya
memberi
jawaban,” ujarnya sambil menatap wajah kami
yang penasaran. “Beliau pernah menceritakannya padaku
bertahun-tahun yang lalu.”
Kami semua menatap ke arah Syekh. Ada secercah
cahaya
di matanya. Ia pun mengangguk pelan.
“Aku beri tahu kalian, kesedihan apa yang hinggap
dalam diri makhluk itu,” tuturnya. “Permata di bumi muncul
pada saat fajar pertama dunia, tercipta dari hutan purba
yang telah mati dan terkubur di bawah gunung. Saat itu
adalah saat huru-hara, ketika jin dan malaikat dikeluarkan
dan dunia dibelah. Cahaya matahari yang baru masih berada
dalam kehidupan hutan hijau yang terkubur itu, dan
cahaya itu pelan-pelan, selama jutaan tahun, mengkristal
menjadi permata yang memancarkan cahaya. Dan Ornias,
jin jahat itu, yang tidak diperbolehkan memperoleh cahaya
Surga, mereguk cahaya fajar pertama itu, untuk menghibur
kesedihan dan rasa kehilangannya.”
Syekh berhenti sejenak.
Dahsyat! Semua darwis benar-benar tersentuh oleh
kisah ini, atau boleh dikatakan merasa bersemangat. Bahkan,
Tuan Simach tampak terharu, mata Rebecca terbuka
lebar-lebar. Ketika Syekh bicara, para malaikat mendengar,
demikian pepatah tarekat kami, sebab Syekh bicara
dengan lidah kebenaran.
“Kemudian,” lanjut Profesor Freeman, “Sulaiman
mencap
leher Ornias dengan cincinnya sebagai tanda kekuasaannya.
Sejak itu ia tunduk kepada Sulaiman, dan
diberi
tugas memotong batu untuk membangun Kuil Sulaiman.
“Dan jin-jin lain yang berbuat salah di dunia ini juga
dipanggil untuk datang: Onoskelis, yang berbentuk
dan berkulit perempuan yang cantik; Asmodeus, yang
patuh pada keyakinan Yahudi dan konon tunduk pada
hukum-hukum Taurat; Tephros, setan Debu, bersama
tujuh
roh perempuan yang menyatakan diri sebagai 36
unsur
kegelapan; dan Rabdos, roh rakus yang berwujud
mirip
anjing pemburu. Semuanya dicap dengan Cincin
Sulaiman.
“Tapi ada juga cerita lain: Setan yang memiliki semua
anggota tubuh, tetapi tidak punya kepala. Setan
itu berkata, ‘Aku dinamai Dengki, dan aku suka makan
kepala. Tapi aku selalu lapar, dan menginginkan KEPALA
KALIAN SEKARANG.’”
Profesor meneriakkan kalimat terakhir itu seraya memasang
ekspresi wajah yang aneh, sehingga kami semua
tertawa terbahak-bahak.
Syekh tersenyum dan berkata, “Ya, dengki adalah
penjara bagi ruh.”
Dari novel Irving Karchmar tentang CINCIN SULAIMAN'
1 comment:
cerita yg menarik bang ...alhamdulillah mnambah wawasan ..trims
Post a Comment