Makna Syahadat Syariat
Apa itu Islam, Nabi menjawab, “Islam ialah hendaknya kamu bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, menegakkan salat, berpuasa, memberikan zakat dan menunaikan haji.”
Firman Allah
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil persaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. Al A’raf (7) : 172).
Firman Allah di atas menerangkan bahwa janji setia, syahadat, baiat untuk loyal kepada Allah, sesungguhnya telah diikrarkan oleh semua calon manusia kepada Allah sejak di alam rahim. Jawaban terhadap tawaran Allah begitu mantap, karena pada saat itu keindahan, kekuasaan Allah tidak tertandingi oleh yang lain. Bertuhan inheren dengan fitrah manusia (sesuatu yang melekat pada dirinya sejak lahir).
Syahadat artinya adalah persaksian. Dalam hal ini, persaksian barulah dianggap sebagai sebuah persaksian ketika telah mencakup tiga hal :
[1] Mengilmui dan meyakini kebenaran yang dipersaksikan.
[2] Mengucapkan dengan lisannya. [3] Menyampaikan persaksian tersebut kepada yang lain
(Mutiara Faedah Kitab Tauhid, Ustadz Abu Isa).
Tuntutan syahadat adalah amanah yang berat dipikul secara fisik dan rohani. Musa ketika bertanya kepada Allah tentang syahadat, Allah menjawab bahwa seandainya syahadat dalam satu timbangan dan langit, bumi dan seisinya ditambah tujuh langit pada timbangan yang lain, maka tidak akan cukup menyamai beratnya timbangan Kalimah Tauhid itu.
Sudah benarkah syahadat kita? Sebab syahadat merupakan pembeda antara Muslim dan kafir. Sebaiknya setiap muslim berhati-hati dengan syahadatnya, jangan hingga kita terjerumus ke dalam siksa yang pedih akhir salah dalam syahadat kita. Na’udzubillahi mindzalik.
IBARAT sebuah bangunan, syahadat adalah pondasi. Bangunan tanpa pondasi akan mudah roboh oleh serangan badai. Musim hujan tidak bisa dijadikan tempat berteduh. Dan pada musim kemarau tidak bisa dijadikan untuk melindungi diri dari sengatan sinar matahari. Keislaman seseorang tanpa pondasi iman yang kokoh tidak mampu mengubah pola pikir dan sikap mental seseorang. Syahadat akan menjadikan aktivitas keislaman kita melahirkan ruhul jihad.
Syahadat identik dengan sebuah komitmen, persaksian, baiat, dan janji setia. Syahadat adalah refleksi dan aktualisasi iman. Bukan sebatas SK, MOU. Dengan mengucapkan kalimat syahadat berarti seseorang telah mengikat janji dengan Allah, bersumpah, dan hanya siap secara lahir dan batin untuk diatur oleh syariat-Nya.
Persaksian tidaklah cukup di lisan saja, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang munafik yang diancam oleh Allah dengan adzab neraka. Orang-orang munafik mengucapkan dua kalimat syahadat dengan lisan, namun hati mereka tidak membenarkannya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami bersaksi bahwasanya engkau benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwasanya orang-orang munafik itu benar-benar pendusta.” (QS. Al Munafiquun: 1).
Seseorang yang mengucapkan kalimat syahadat (2 kalimat syahadat) yaitu “Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallaah, wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah” (saya bersaksi bahwa tiada ilahi yang berhak disembah kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad ialah Rasulullah). Pada ketika mengucapkan kalimat ini sesungguhnya posisi kita gres dinilai mengucapkan kalimat ibadah, belum hingga kepada inti pengukuhan seorang hamba. Lalu bagaimana melihat ukuran benar kalimat syahadat itu? Apakah hanya di ekspresi saja atau hingga ke hati kita? Maka biasanya semua kalimat ibadah akan ditunjukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam sebuah pembuktian, apakah benar tekadnya itu ataukaah hanya sekedar di lisannya saja.
Apa pembuktiannya? Maka diturunkanlah kemudian amal shaleh untuk mengujinya. Perhatikan baik-baik kalimat syahadat yang sering kita ucapkan,
“Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallaah, wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah”
Dalam kalimat “Laa Ilaaha” (Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan), tidak hanya mengandung arti “Ilah” (Tuhan) saja, namun kata “Ilah” di sini mengandung arti Tuhan Yang Layak Disembah. Sehingga “laa Ilaaha illallaah” mengandung arti “Tiada Tuhan Yang Layak Disembah atau diibadahi Kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala” saja. Lalu bagaimana pertanda kalimat ini? Maka Allah menurunkan ibadah (amal shaleh) untuk menguji seberapa benar tekad kita mengikrarkan diri dalam syahadat yang kita persaksikan tersebut.
Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah, jenis amal shaleh yang bagaimana yang harusnya seorang hamba lakukan sebagai pembuktian syahadatnya itu sudah benar?. Maka balasan yang paling sempurna ialah ikutilah cara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kalimat pertama diikuti dengan “wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah” yang artinya “dan saya bersaksi bahwa (Nabi) Muhammad (Shallallahu ‘alaihi wa sallam) ialah Rasul Allah”.
Apakah hanya hingga di kalimat itu saja?. Tidak. Ada syarat pembuktian yang wajib bagi seorang hamba yang bersyahadat lakukan. Syarat yang di maksud ialah sebuah amal shaleh yang diperintahkan secara khusus bagi seorang hamba Allah yang mengaku umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang juga telah dilakukan oleh umat – umat terdahulu meski dengan cara yang berbeda.
Dengan syahadat sesungguhnya kita tidak memiliki hak apapun terhadap diri kita. Semuanya telah kita jual dan kita wakafkan kepada Allah. Maka jika kita ingin membangun sebuah ikatan, apapun bentuknya dan dengan pihak manapun, dengan syarat tidak menodai komitmen keislaman, syahadat kita. Harus izin kepada pemilik diri kita, Allah.
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al Anam (6) : 162).
Janji yang kita ulang-ulang lebih dari 17 kali di atas tidak boleh kita khianati. Kita dituntut konsisten, komitmen dan konsekuen terhadap janji yang telah kita ikrarkan. Jika janji kepada Allah saja berani kita dilanggar, apalagi janji yang kita ucapkan kepada makhluk-Nya?
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul, dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfal (8) : 27).
Ketika bersyahadat maka pada saat itu kita harus bangga sebagai muslim. Identitas sebagai muslim harus melekat pada diri kita di mana saja dan kapan saja. Islam adalah darah daging kita. Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang muslim (QS. Ali Im
ran (3) : 64).
Syahadat kita nyatakan sejak awal keislaman kita dan kita pertahankan sampai akhir hayat kita. Inilah yang dinamakan istiqomah. Istiqomah berarti tegak lurus pada garis yang ditetapkan oleh Allah. Ibarat kereta api, istiqomah adalah melewati rel yang ada, bergesar sedikit akan fatal akibatnya.
“Inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Anam (6) : 153).
Dari Ibnu Masud berkata (mengomentari ayat di atas): Pada suatu hari Rasulullah saw membuat garis untuk kita, kemudian bersabda: ini jalan Allah, kemudian membuat garis dari arah kanan dan kirinya kemudian bersabda: inilah jalan-jalan, setiap jalan darinya ada syetan yang mengajak menuju ke arah jalan itu kemudian beliau membaca ayat sesungguhnya ini adalah jalanku yang lurus maka ikutilah jalan itu (shafwatut Tafasir I, hal. 429).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an :
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Qul Inkuntum Tuhibbunallaaha, Fattabi’uunii, yuhbibkumullaahu wa yaghfirlakum dzunuubakum. Wallaahu ghafururrahiim”
“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Jika kau (benar-benar) menyayangi Allah, ikutilah aku, pasti Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”. [QS. Ali Imran ; 31]
Surah di atas menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabarkan kepada kita semua hamba-hamba-Nya yaitu jalan yang hendaknya ditempuh untuk pertanda kecintaan kita kepada Allah Subhanhu wa Ta’ala. “Fattabu’uunii” (maka ikutilah aku”, siapa yang di maksud aku?. Yang dimaksud disini ialah ikutilah Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika seorang muslim mengaku telah mengucapkan kalimat syahadat, kemudian ia menyampaikan kalimat itu bukan hanya sekedar di lisannya, maka perlu dilihat lagi, apakah ia telah mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau jangan-jangan belum.
Dengan demikian, komitmen bersyahadat harus kita introdusir secara terus-menerus, agar kesadaran hanya Allah yang dijadikan tumpuhan harapan dalam kehidupan ini tidak luntur. Perbaharuilah syahadatmu dengan (mengucapkan) Laa ilaaha illallah kembali jika persaksianmu dengan Allah jika dinilai mulai melenceng!
Kalimat syahadat ini memang terkesan praktis di lisan, namun sesungguhnya sulit dalam aplikasinya. Oleh sebab itu jangan berhenti belajar untuk lebih baik dengan iman dan ilmu insya Allah.
Wallahu a’lam bishshawab.
No comments:
Post a Comment